19 Oktober 2010

Tanggal hari raya Idul Adha dapat berbeda

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menyatakan, penetapan Hari Raya Idul Adha 1431 Hijriah berpotensi akan berbeda di antara umat Islam.
“Itu dapat terjadi karena ketinggian hilal hanya 01.05 derajat atau kurang dari 2 derajat,” kata Ketua Lajnah Falaqiah PWNU Jatim, KH Abdus Salam Nawawi di Surabaya, Minggu (17/10).
Menurut dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya itu, ketinggian hilal di bawah 2 derajat itu memungkinkan hilal (rembulan usia muda sebagai pertanda dari pergantian kalender) tidak terlihat. “Kalau tidak terlihat akan diistikmalkan atau usia bulan Dzulqa`dah disempurnakan menjadi 30 hari, sehingga kemungkinan Idul Adha akan sama pada 17 November, tapi bila tidak terlihat akan terjadi perbedaan itu,” ujarnya yang diwartakan republikaonline.
Namun, katanya, perbedaan itu bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan, karena perbedaan cara untuk menetapkan awal bulan/kalender antara rukyatul hilal dan hisab memang memungkinkan perbedaan itu. “Kalau NU melakukan rukyat, sedangkan organisasi lain melakukan hisab, maka wajar kalau berbeda. Tapi, kalau cara berbeda dan hasilnya sama, maka hal itu patut disyukuri,” katanya.
Sebelumnya, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional, (Lapan) juga telah memperkirakan kemungkinan terjadinya perbedaan pelaksanaan Idul Adha. “Ini karena perbedaan penentuan awal bulan Zulhijah,” kata Peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Thomas Djamaluddin.
Menurut Thomas, perbedaan penentuan hari raya Idul Adha tersebut terjadi karena perbedaan cara perhitungan yang dilakukan di antara organisasi kemasyaratakat (Ormas) Islam di Tanah Air.  “Akan ada Idul Adha pada 16 dan 17 November karena perbedaan kriteria awal bulan. Jika menggunakan hilal, Idul Adha pada 16 November, sedangkan melalui metode rukyat pada 17 November,” kata Thomas.
Lapan memperkirakan, posisi bulan baru yang ditandai dengan terlihatnya hilal sulit dilakukan. Pasalnya Lapan memperkirakan ketinggian bulan pada awal Djulhijah kurang dari dua derajat. “Walau sudah positif, dengan hitungan rukyat itu belum masuk,” katanya.
Lebih parah lagi, Lapan memperkirakan pada 2011 akan ada perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri, sedangkan pada 2012 dan 2013 ada perbedaan penentuan awal Ramadan. Sementara pada 2014, akan terjadi perbedaan penentuan awal puasa dan hari Lebaran karena tinggi bulan diperkirakan hanya 0,8 derajat.
Thomas mengatakan, Lapan mengusulkan agar dibuat kriteria baru yang menetapkan awal bulan untuk penanggalan Islam. Lapan sendiri mengusulkan tinggi hilal seharusnya ditetapkan sebesar 4 derajat.
“Kriteria astronomi ketinggian di atas 4 derajat. Saya usulkan agar penentuan penanggalan juga dilakukan melalui metode ilmiah yaitu menggunakan ilmu astronomi,” kata Thomas.
Menanggapi hal itu, Menteri Agama Suryadharma Ali sepakat agar dilakukan pertemuan kembali di antara ormas Islam dan lembaga terkait untuk menentukan kriteria penetapan awal bulan penanggalan Hijriah. (*/hidayatullah.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar